بِسْمِ اللّهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيْمِ

"Nulis yang aku sukai aja, semoga bermanfaat juga buat kalian. Happy reading :)"

Pejuang ESPEDE: Part. 3 Pertama Kali Jatuh Cinta (Edisi Peduaka 01)



Halo sobat Viijourney!
Kali ini aku akan melanjutkan kepingan kisah pejuang ESPEDE yang sempat terhenti. Meski selama ini belum kulanjutkan, aku selalu menyimpan catatan-catatan kecil sebagai pengingat untukku kala ingin mengabadikannya dalam tulisan. Dan ternyata, barulah sekarang keinginan untuk mengabadikannya muncul dipermukaan. Cukup lama juga yah. Hm....

Baiklah, sepertinya curhatan pembukanya sudah cukup banyak. Hihi

Jadi, ini adalah kisah-kisah dari anak-anak yang kuajar di lokasi peduaka atau KKN. Menjadi guru memang adalah minatku sejak dulu. Tetapi, tidak pernah terpikirkan untuk menjadi guru SD. Mengambil jurusan Pendidikan Guru Sekolah Dasar pun, murni bukanlah keinginan pribadi. Tetapi merupakan bentuk rasa terimakasih kepada kedua orang tua yang sudah mengizinkan untuk berkuliah. Karena dulu, sempat terucap bahwa aku harus menganggur dulu setahun baru bisa kuliah karena persoalan biaya. 

Pertama kali dengar itu, shock banget. Keinginan untuk berkuliah, iming-iming menjadi mahasiswa langsung musnah karena kalimat itu. Namun, pada akhirnya takdir Allah memberikan kesempatan kepadaku tanpa harus menganggur setahun. Ada saja jalan yang diberikan Allah hingga saat ini jika kuingat-ingat kembali perjuangan awalku benar-benar tiada henti mengucapkan syukur kepada Allah.

Awal perkuliahan, impian ku sangat sederhana. Kuliah yang serius, lulus jadi guru. Membahagiakan orang tua dengan mempersembahkan S.pd dari hasil perkuliahanku. Hanya begitu saja. Kuliah di jurusan PGSD pun hanya kujalani begitu saja, mengikuti alur perkuliahan pada umumnya.

Yang kupikir pada saat memilih untuk mengambil jurusan ini, 

"Ah sama aja. Kan jadi guru juga. So, nggak papa lah."

Jujur, selama perkuliahan itu tidak ada yang istimewa. Biasa saja. Terlihat normal. Seperti belum mendapatkan feel menjadi guru SD. Hingga akhirnya ada pada tahap ini. Tahap yang sering disapa KKN. Kalau dikampusku, namanya P2K (Peduaka) yang semua kegiatan fokus di sekolah. Sehingga bisa dikatakan 70% kegiatan berpusat di sekolah. 

Sekitar dua bulan kuhabiskan waktu dengan anak-anak kelasku. Saat itu aku diamanahkan untuk mengajar kelas dua bersama dengan partner ngajarku. Kami berjumlah 11 orang yang satu kelas terdapat dua sampai tiga orang mahasiswa. 

Awalnya, biasa. Memang sering terdengar konsekuensi menjadi guru SD yang harus ekstra sabar dan kreatif. Menyiapkan 1001 jawaban dari 1000 pertanyaan yang mereka ajukan. Berbicara menggunakan bahasa yang sangat sederhana agar mudah dimengerti. Coba bayangkan, jika kalian berbicara di dalam kelas anak-anak lalu menggunakan bahasa sehari-hari kalian di kampus. Hm, siap-siap kalian akan disuguhkan dengan pemandangan  anak-anak yang akan melongo melihat dan mendengarkan kalian. Dalam hati mereka pasti berkata, 

"Kakak itu ngomong apa?" :D

Disinilah pertama kali aku belajar. Belajar untuk mencintai profesi, mencintai anak-anak dan segala embel-embelnya tentang mereka. Mau itu kecerewetan mereka, nakalnya mereka, manjanya mereka dan sejenisnya. 

Kalau diingat-ingat, sampai sekarang pun rasanya campur aduk. Senyum-senyum sendiri, ketawa nggak jelas dan rindu pastinya. Rindu ingin berkunjung kesana lagi. Namun sayang, semua yang tertinggal disana kurang berkesan. Yang berkesan hanya mereka. Manusia-manusia kecil yang selalu kujumpai dalam kelasku. Selebihnya, sangat amat tidak berkesan. Cukup jadi konsumsi pribadi, karena segala peristiwa yang terjadi coba untuk ku petik hikmahnya. Alhamdulillah, meski pahit banyak yang bisa kupelajari. Menjadikan pribadi yang lebih tangguh lagi, melatih kesabaran, menpelajari berbagai macam karakter, melatih cara meredam emosi yang awalnya suka meledak tiba-tiba. 

Mereka, sangat unik untuk dikisahkan.

Ada Dadi yang selalu memanggil-manggil, 

"Kak Vistaaa..."

Saat ia tidak menemukanku didalam kelas. Padahal kala itu aku tidak sekolah karena memang sedang piket dan untuk yang bertanggung jawab piket tidak boleh sekolah. Dadi yang paling cepat dihapal namanya karena tingkahnya yang aktif sekali. Yang selalu menghampiri saat melihatku sudah berada di pekarangan sekolah lalu menggandeng tanganku sambil bercerita panjang lebar tentang dirinya. Hm...

Ada Miftah dan Hera yang manis dan cerdas. Paling pinter di kelas. Anak yang mandiri, selalu menjawab pertanyaan dengan benar dan paling cepat selesai mengerjakan tugas.  

Ada Iyan dan Dillah yang selalu cari perhatian dengan cara mendatangiku saat kuinstruksikan mereka untuk mengerjakan tugas. Akibat ulahnya, semua teman-temannya jadi ikutan maju kedepan nanya-nanya juga. Bagian ini tu paling rumit. Kalau sudah seperti ini, kelas jadi gaduh karena mereka rebutan untuk bertanya dan berebutan sampai saling mendorong satu sama lain. Haddeuh, maklum lah, bocah kan.

Ada Aziz, Syahra dan Rara si pipi bakpao yang masih belum bisa membaca. Luar biasa banget. Huruf saja dia masih belum terlalu hapal dan lancar. Ini benar-benar ujian. Disaat semuanya sudah bisa mengerjakan soal yang ada di buku, mereka masih menyontek pekerjaan teman-temannya agar selesai juga tugas yang diberikan. Solusi bagi mereka, aku instruksikan untuk datang ke posko sepulang sekolah sekitar jam dua sampai jam empat. Dan kita akan belajar membaca bersama. 

Ada Rahma dan Sulfi yang selalu pengertian. Kalau aku sedang mengingatkan teman-temannya untuk diam saat aku menjelaskan, maka keduanya akan membantuku dengan meneriaki mereka dan menyuruh mereja juga untuk diam. 

Semuanya memiliki kesan tersendiri yang tak akan pernah terlupakan. Maka dari itu tulisan ini akan mewakili bahwa mereka benar-benar abadi dalam kehidupanku.

Banyak kegiatan yang kami lakukan di sekolah, cukup berkesan pula. Meski diadakan dengan sangat mendadak tapi cukup meriah. Anak-anak sangat antusias mengikuti lomba yang kami adakan. 

Ada cerita sore hari diluar kegiatan sekolah yang tak kalah menarik untuk diabadikan. Tapi akan kuceritakan di part selanjutnya yah. Seperti kegiatan belajar membaca dan mengaji bersama di masjid dengan mereka.

Sesuai dengan judul dalam part ini, akan kujelaskan; mengapa judulnya 'Pertama Kali jatuh Cinta?'.

Entah, aku tak bisa mendeskripsikan dengan jelas bagaimana detailnya. Hanya saja, mungkin ini pengaruh dari pribadi yang memiliki emosional terlalu tinggi. Mudah tersentuh dengan hal-hal kecil yang mengharukan itulah diriku. Meski itu dari anak-anak. Padahal, kawan-kawan seposko selalu bilang;

"Halah, anak-anak memang begitu. Terlalu berlebihan."

Tapi aku menafsirkannya dalam bentuk yang berbeda. Justru aku melihat ketulusan anak-anak itu tidak bisa kita pungkiri. Mereka menunjukkan dirinya yang sebenarnya. Ketika mereka menangis, ya pasti menangis. Mereka kesal, ya pasti akan menunjukkan kekesalan. Mereka ngambek pun demikian. Semua alami tanpa manipulasi seperti layaknya orang dewasa.

Paling menyentuh saat hari perpisahan tiba. Kala penarikan, artinya tugas kami sebagai mahasiswa peduaka sudah berakhir dan harus kembali ke tempat kami semula.

Kami harus menyaksikan air mata anak-anak yang cukup memilukan. Sedih. Kami lebih banyak menghabiskan waktu dengan berpelukan, memberikan nasihat, mereka meminta nomor telepon dan alamat di Makassar, dan memberikan apa yang bisa mereka berikan kepada kami.

Anak-anak kelasku, ada yang memberikan surat cinta katanya. Hanya beberapa saja dari mereka karena belum semua bisa menulis mandiri. Selebihnya, memberikan pulpen, jilbab, dan aksesoris. Sampai sekarang pun masih tetap tersimpan rapi.

Semua mendatangiku, memeluk dengan deraian air mata dan selalu bilang;

"Jangan meki dulu pulang kak."
"Bulan desember meki saja pulang kak."
"Jangan meki pulang-pulang kak, tinggal disini meki."

Huh, shock mendengar penuturan mereka. Hari penarikan yang sangat kunantikan kala itu ternyata hari sedih bagi mereka. Jika saja, semuanya berkesan. Aku akan dengan senang hati untuk sering berkunjung kesana. Namun sayang, semua yang tersimpan disana adalah LUKA.

Hanya mereka satu-satunya yang berkesan. Tidak kurang dan tidak lebih.

Lalu, keesokan hari merupakan hari kepulanganku dengan beberapa kawan posko. Kami menyewa mobil. Sebelum menaiki mobil, kembali lagi anak-anak kecil itu datang mengenakan pakaian pramuka dengan deraian air mata lagi. Berteriak-berteriak, meminta hal yang sama berulang seperti hari sebelumnya.

Akupun, tak dapat membendung air mataku. Hampir saja mengalir. Sesekali kukuatkan diri agar air mata itu tak jatuh. Hm, pasti tetap akan kelihatan wajah dan mata yang memerah tengah menahan tangis pula.

Hingga akhirnya benar-benar terjatuh saat ku mendengar kalimat yang dilontarkan Rara si pipi bakpao yang dulunya mengeluh tidak pandai membaca.

"Kak, karena kita mi itu semua teman-temanku bisami membaca. Dulu tidak bisa, sekarang bisami kak." Katanya dengan tangisannya yang menggelegar. Rara kalau sudah menangis suaranya keras sekali. Dia tipe suaranya bass gitu, jadi menggelegar.

Masyaallah.

Ternyata, aku bisa menebar kebermanfaatan untuk mereka walau hanya sedikit saja. Meski nyatanya, hari-hariku disana tidak kunikmati dengan senang hati. Justru aku malah sibuk menyeru pada hatiku agar kiranya bersabar, bersabar lagi, bersabar terus. Meminta untuk selalu dilapangkan dadaku agar tetap bertahan.

Jatuh cinta yang kumaksud adalah mereka. Pertama kalinya aku bangga menjadi seorang guru SD. Pertama kalinya aku mencitai profesi ini. Pertama kalinya aku begitu menyukai anak-anak. Semua tentang mereka. Unik untuk dikisahkan.

Hal inilah yang saat ini terus mendorongku untuk selalu terlibat dengan anak-anak. Bersahabat dengan mereka, belajar cara mengambil hatinya, membekali diri sebagai calon Ibu untuk anak-anakku kelak, belajar cara berkomunikasi dengan mereka dan mendidik mereka dengan sepenuh hati. Hingga pada akhirnya, aku aktif mengikuti komunitas-komunitas yang selalu bersentuhan langsung dengan mereka.

Semua kulakukan untuk mempelajari mereka dan tidak jarang aku juga berguru pada mereka. Ada hal-hal sederhana yang bisa ditiru dan patut untuk diterapkan dalam kehidupan kita, yang katanya orang dewasa Semua tentang anak-anak, aku menyukainya.

Terimakasih adik-adik kecil, karena kalian aku banyak belajar. Karena kalian aku menemukan kenyamanan dalam mengajar. Menemukan nilai kebermanfaatan menjadi seorang guru sangat terasa berarti dengan keberhasilan dan pencapaian yang kalian dapatkan.

Part ini, mungkin sampai disini dulu kawan. Untuk edisi peduaka akan hadir lagi, melanjutkan kisah yang juga ingin kuabadikan dalam tulisanku. Ohiya, kali ini aku tidak mencantumkan foto seperti biasanya. Ini dikarenakan aku menulisnya menggunakan smartphone. Semua foto ada dalam NB kesayanganku, dan aku belum sempat untuk input. Lain kali, aku akan kembali ke postingan ini dan akan melengkapi foto-foto adik-adik kecil yang kumaksudkan dalam tulisanku kali ini.

Btw, makasih sudah berkunjung dan membaca coretan ini. Semoga ada kebaikan yang didapatkan didalamnya. Jika tidak, maafkan yah :)




Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Salam kenal dari ViiJourney buat semua Sobey yang sempat baca tulisan dalam blog ini. Sini, tinggalkan komentar di bawah. Kita saling sapa :)