بِسْÙ…ِ اللّÙ‡ِ الرَّØ­ْÙ…َÙ†ِ الرَّØ­ِÙŠْÙ…ِ

"Nulis yang aku sukai aja, semoga bermanfaat juga buat kalian. Happy reading :)"

Perbedaan Bukanlah Pembeda yang Membeda-bedakan



Lebih kurang, tiga tahun yang lalu saya pribadi diberikan kesempatan menjadi satu-satunya delegasi mewakili provinsi Sulawesi Selatan untuk mempersembahkan ide terbaik saya dalam event ICN (Indonesian Culture Nasionalism) 2018 di Jakarta. Ah, senang sekali tentunya. Kepergian ini adalah kali pertama saya berkompetisi dalam ajang nasional. Sungguh kesempatan yang sangat saya syukuri, sehingga segala persiapannya pun saya persiapkan dengan matang.

Tiba di lokasi, saya merasa terharu. Momen pada saat menyanyikan lagu Indonesia Raya cukup membuat saya merinding. Bagaimana tidak, di samping kanan dan kiri saya adalah delegasi-delegasi terbaik mewakili provinsinya masing-masing. Tiga puluh empat provinsi di Indonesia, menghadirkan pula tiga puluh empat delegasi dalam ajang tersebut. Tak terasa, lagu kebangsaan Indonesia Raya ternyata ampuh membuat kedua bola mata saya berkaca-kaca, terbendung lalu terjatuh.

"Seperti ini rasanya, ternyata. Berdiri berdampingan bersama orang-orang hebat dengan ragam perbedaan lalu sama-sama menyatu dengan lagu kebangsaan Indonesia Raya," saya bergumam sendiri dalam hati. Saya merasa bahwa saat itu saya tengah diperlihatkan miniatur Indonesia yang selama ini hanya sekadar saya tahu melalui pelajaran di sekolah.

Rangkaian acara ini sebenarnya banyak. Mendatangkan tiga puluh empat delegasi dalam Conference day adalah salah satu dari sekian rangkaian acaranya. Nah, tiga puluh empat delegasi yang berhasil didatangkan di lokasi ini nantinya akan mempersembahkan ide terbaiknya di depan para juri untuk kemudian dinilai. Penilaiannya akan berujung pada ide yang ditawarkan kelak akan mendapatkan bantuan dana untuk merealisasikan idenya di daerah masing-masing delegasi. 

Pada akhirnya, ragam ide yang dipersembahkan adalah salah satu bentuk kepedulian para delegasi untuk sama-sama membangun Indonesia, negeri tercinta. Walau dihiasi dengan perbedaan, tak menjadikan para delegasi patah semangat untuk memikirkan solusi terbaik atas permasalahan-permasalahan yang terjadi di daerah masing-masing. Para juri juga menyambut ide para delegasi dengan hangat dan antusias mendengarkan ide-ide luar biasa. Tak lupa juga mengapresiasi dilengkapi dengan nasihat-nasihat terbaik mereka untuk perealisasian ide para delegasi. 

Selain itu, kegiatan lainnya yang tak kalah menarik adalah saat kami ber-tiga puluh empat delegasi ini diberikan kesempatan untuk berbicara langsung kepada perwakilan anggota dewan demi menyampaikan aspirasi sebagai pemuda mewakili provinsinya masing-masing. Kegiatan ini dilaksanakan langsung di Gedung DPR/MPR RI. Ah, sungguh kesempatan yang sangat bagus sekali. Beberapa kawan dari delegasi mencoba untuk menyampaikan aspirasinya, dan itu sudah cukup mewakili segala permasalahan yang ternyata hampir mirip kasusnya. 

Momen yang paling menyenangkan adalah ketika waktu makan bersama tiba. Mengapa? Karena momen ini yang membawa kita semua pada perbincangan-perbincangan menarik seputar ragam kebudayaan di daerah masing-masing. Selain waktu makan, waktu-waktu lainnya bagi kami adalah waktu untuk fokus menerima materi, mendiskusikan perihal kasus yang perlu dipecahkan bersama, sehingga waktu makan adalah waktu yang pas untuk mengobrol banyak hal diluar materi dengan lebih santai. Saya pribadi, dengan tipe pengamat yang lumayan kepo ini, cukup penasaran dengan gaya bahasa delegasi Aceh, juga nada tegas berbicara delegasi Sumatera Utara, membuat saa tak segan bertanya pada mereka. 

"Kok aksen bahasanya kayak Upin-Ipin yang sering saya nonton, yah."

"Iya, soalnya bahasa orang Aceh itu pakai bahasa melayu, jadi mirip gitu kayak bahasa Malaysia." jawabnya dengan menggunakan aksen bahasa melayu.

Saya mengangguk paham dengan penjelasan yang diberikan oleh Vida, delegasi Aceh. 

Bukan hanya gaya bahasa, kebiasaan yang membudaya juga turut meramaikan perbincangan kami. Seperti mereka yang banyak mempertanyakan soal panggilan 'Daeng' di Kota Makassar, atau pertanyaan wajar seperti "Apa arti akhiran kata mi, ji, pi, dalam bahasa keseharian orang sulawesi," dan hal-hal sederhana lainnya. 

Ragam perbedaan kami semakin terlihat jelas saat hari terakhir kegiatan. Sebelum keberangkatan, para delegasi memang sudah dapat pemberitahuan bahwa harus membawa pakaian adat dari daerah masing-masing. Nah, dresscode untuk hari terakhir ini adalah pakaian adat yang dibawa oleh masing-masing delegasi. Saat berkumpul di gedung tempat rangkaian acara penutupan, para delegasi sudah siap dengan dresscode pakaian adatnya yang khas dan tentunya juga unik. Sesekali para delegasi tak sungkan untuk saling bertanya tentang pernak-pernik yang melengkapi pakaian adat yang digunakan.

Potret 34 Delegasi dari 34 Provinsi dengan Pakaian Adatnya (Sumber: dokumentasi panitia ICN 2018)


"Ah, ini dulu yang selalu saya lihat di dinding kelas saat masih SD. Ragam Pakaian adat setiap provinsi yang ada di Indonesia. Kali ini bisa saya lihat secara langsung dan keren banget ternyata," saya bergumam dalam hati.

Meskipun rangkaian kegiatan yang dilakukan cukup singkat, kesannya tak se-singkat waktu yang dilalui bersama. Singkat, tapi membekas selamanya dalam memori saya pribadi. Selama ini saya belajar tentang keberagaman nusantara melalui mata pelajaran IPS di sekolah. Ada pula beberapa kawan sekolah yang juga berasal dari daerah lain, tapi entah mengapa saat terpilih menjadi delegasi membersamai tiga puluh tiga delegasi lainnya, saya merasa bahwa Indonesia itu dekat sekali. Keberagaman nusantara yang saya pelajari semakin nyata adanya. Pokoknya, selama tiga hari membersamai perbedaan bersama, mereka banyak mengajarkan saya beberapa hal sederhana.

Perbedaan bukanlah Pembeda

Memang benar, tiga puluh empat delegasi ini dikumpulkan dari latar belakang yang sudah pasti berbeda-beda. Beda daerah, suku, agama, budaya, bahasa, dan perbedaan-perbedaan lainnya. Tapi perbedaan-perbedaan itu tak akan pernah bisa menjadi alasan bagi kami untuk membeda-bedakan bahwa persatuan itu haruslah berdasarkan persamaan. Sama hal-nya dengan ragam ide yang dibawa oleh para delegasi, perbedaan yang mendasari tidak pernah membuat para delegasi patah semangat untuk sama-sama membangun Indonesia. 

Toleransi itu Meneduhkan

Kalau saja tak ada sikap toleransi dalam menyikapi perbedaan oleh pribadi seseorang, perbedaan bisa jadi pemicu utama dalam konflik antar sesama. Para delegasi tak pernah sungkan untuk bergabung dan bergaul dengan siapa saja, justru dari pengakuan mereka adalah saat mereka mengakui bahwa karena berasal dari daerah yang berbeda-beda, sama-sama dipertemukan dalam ajang ICN 2018 adalah momen yang sangat amat disyukuri. Sehingga para delegasi tak segan untuk bertanya banyak hal unik dari provinsi masing-masing yang selama ini hanya diketahui melalui cerita kebanyakan orang saja.


Begitulah keseharian yang mewarnai para delegasi dalam ajang ICN 2018 yang diadakan oleh Universitas Prasetya Mulya di Jakarta. Tiga hari diberikan kesempatan untuk saling mengenal, saling merangkul perbedaan, saling menyemangati, dan saling #MeyakiniMenghargai sesama. Tak lupa juga, saling berbagi hal-hal baik juga unik. Terimakasih karena sudah pernah menjadi best moment dan akan selalu seperti itu. Tak akan pernah terlupakan, pastinya. Sesekali, kami masih suka bercanda ria, saling bertukar kabar melalui grup WhatsApp yang sampai saat ini masih ada :)

Ini cara saya untuk merawat kebersamaan, toleransi, dan keberagaman. Bagaimana cara kamu? Kabarkan/sebarkan pesan baik untuk MERAWAT kebersamaan, toleransi, dan keberagaman kamu dengan mengikuti lomba "Indonesia baik" yang diselenggarakan oleh KBR (Kantor Berita Radio). Syaratnya, bisa anda lihat disini. 

Yuk, sini. Kita ramaikan kabar baik dengan mempublikasikan banyak konten baik. Semangat berkarya Sobey :)



Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Salam kenal dari ViiJourney buat semua Sobey yang sempat baca tulisan dalam blog ini. Sini, tinggalkan komentar di bawah. Kita saling sapa :)