بِسْÙ…ِ اللّÙ‡ِ الرَّØ­ْÙ…َÙ†ِ الرَّØ­ِÙŠْÙ…ِ

"Nulis yang aku sukai aja, semoga bermanfaat juga buat kalian. Happy reading :)"

Cerpen: Sahabat Ber-Hijrah


edited by ViiJourney (Sumber: Pinterest)



Semburat cahaya menembus lubang fentilasi kamar Nisa, sedang ia masih terlelap sambil memeluk guling doraemon kesayangannya. Jam sudah menunjukkan pukul 06.18 WITA, ia belum juga beranjak dari mimpinya. Tak lama, kedua mata yang baru saja masih tertutup, tiba-tiba terbelalak karena kaget.

"Astaghfirullah, aku belum salat subuh. Ya Allah, ampun, aku bangunnya kesiangan." Sambil terus merutuki dirinya yang semalam begadang karena tugas psikologi pendidikan, ia segera membawa dirinya untuk mengambil wudhu lalu bergegas melaksanakan salat subuhnya yang kesiangan. 

Akhir-akhir ini, sejak pertama kali menjebakkan diri dalam kajian hari jumat pekan lalu, Nisa diam-diam tertarik untuk belajar lagi tentang islam. Selama ini islam hanya agama yang sebatas KTP saja. Itupun karena kedua orang tuanya islam, sehingga Nisa pun beragama islam. Kalau saja kedua orang tuanya non muslim, kemungkinan sampai hari ini Nisa juga beragama non muslim. Sungguh, dalam keadaan islamnya saat ini Nisa amat mensyukuri nikmat yang diberikan ini.

Salat lima waktu selama ini yang dilaksanakan masih belum sempurna lima waktu, kadang hanya empat waktu, kadang tiga, pokoknya salat dilakukan hanya sekadar untuk menggugurkan kewajiban saja. Benar-benar bobrok kehidupan Nisa dalam menjalankan kewajibannya soal salat lima waktu. Biasanya salat subuh selalu ditinggalkan karena memang bangunnya selalu kesiangan. Tapi, sejak pulang dari kajian yang diikiutinya pekan lalu, membuatnya bertekad untuk berubah jadi lebih baik lagi. Nisa berpikir untuk memperbaiki semuanya dimulai dari salatnya terlebih dahulu. Persoalan salat subuhnya yang telat pagi ini, Nisa sudah mendapatkan jawaban yang cukup menenangkan sedikit. Buya Yahya yang menjawab pertanyaan dari Ibu yang memiliki kasus yang hampir mirip dengannya, menanyakan tentang hal itu. 

"Dalam waktu tertentu, asal bukan karena kebiasaan dan disengaja, maka dimaafkan karena ketiduran adalah salah satu udzur orang meninggalkan salat. Beda lagi kalau sudah mendengarkan adzan subuh, tapi malah memilih untuk melanjutkan tidur. Maka itu termasuk perbuatan dosa karena sengaja meninggalkan salat."

Makna baik dari jawaban sederhana itu selalu diingat oleh Nisa. Menurutnya, Nisa sama sekali tidak menyengajakan malamnya karena hal yang tidak berfaedah sampai bangunnya kesiangan. Sehingga tak ragu bagi Nisa untuk melaksanakan salat subuh. Tentu ia juga bertekad untuk tidak akan mengulangi kesalahannya ini. Karena Nisa sudah bertekad bahawa proses perbaikan dirinya akan diawali dengan memperbaiki salatnya dulu. 

Sister's 
Lidya: "Eh, siapa yang udah dikampus nih?" 

Nisa membuka chat grup Sister's yang isinya bersama ketiga orang sahabatnya.

Salsa: "Aku lagi on the way, Lid. Kita ketemu di kelas seperti biasa aja kali ya."

Nisa: "Aku baru mau prepare nih gais. Aku telat, hm."

Lidya: "Iya deh, kita kumpul di kelas aja. O ya, jangan lupa hari ini kita ke taman kota ya."

Clara: "Aku malah lupa kalau kita mau kesana. Okedeh, aku juga lagi on the way kampus nih."

Sedang Nisa baru bergegas untuk mandi lalu siap-siap pergi ke kampus. Tentu persiapannya serba kilat, mengingat kelas akan mulai setengah jam lagi. Sesampainya di kelas, tak cukup lima menit, dosen mata kuliah sudah memasuki ruangan. Tapi sayang, kelas hari ini cukup membuat mood Nisa tiba-tiba berubah. Bagaimana tidak, tugas yang semalam dikerjakan malah lupa dibawa. Izin keluar kelas untuk mengambil tugaspun, dosennya tak bersahabat sama sekali, tak mengizinkannya untuk keluar kelas. Sepanjang pembelajaran sampai kelas selesai hanya diikuti dengan penuh kekesalan saja. 

Ketiga sahabatnya tak berani berkomentar karena memang merekapun tak kuasa membantu. Tugas yang harus ditulis tangan itu memang cukup rumit, lagipula tidak mungkin dalam waktu perkuliahan yang cuma sejam mampu menyelesaiannya untuk membantu menggantikan tugas Nisa yang lupa dibawa.

"Yaudah Nis, nanti minta kebijakan aja sama ibu Lisa. Kayaknya baik orangnya," Salsa mencoba untuk mencairkan suasana yang sedikit tegang itu.

"Tapi menurut kalian gimana sih? Ibu Lisa itu ngeselin banget ya nggak? Padahal kan, Nisa cuma izin untuk ngambil tugas yang ketinggalan. Eh nggak diizinin loh. Alesannya apa coba?" Komentar Clara dengan nada yang ketus.

"Mending kita langsung pergi ke taman kota aja yuk, gimana Nis?" ajak Lidya.

"Terserah kalian aja," jawab Nisa singkat.

Akhirnya mereka memutuskan untuk pergi ke taman kota sesuai dengan kesepakatan tempo hari. Nisa masih dengan keadaan wajah yang ditekuk, membuat ketiga kawannya canggung. 

"Nisa, tahu nggak hari ini hari apa?" tanya Lidya.

"Hari senin, Lid," jawab Nisa polos. 

Sedangkan Clara dan Salsa senyum-senyum melihat ekspresi Lidya yang gereget mendengar jawaban polos Nisa. Tanpa Nisa sadari, kedua sahabatnya Clara dan Salsa sudah bersenandung lagu selamat ulang tahun untuknya.

"Selamat ulang tahun, kami ucapkan. Selamat panjang umur, kita kan doakan. Selamat sejahtera, sehat sentosa. Selamat panjang umur, dan bahagia." ketiga sahabatnya antusias menyanyikan lagu itu dengan memegang satu kue ulang tahun toping cokelat kesukaan Nisa. Tampak raut bahagia dari ketiga sahabatnya, sedangkan Nisa masih dengan ekspresi wajah datar memaknai semua kejadian yang telah dirancang oleh ketiga sahabatnya itu. 

"Tiup lilinnya, tiup lilinnya, tiup lilinnya sekarang juga."

"STOP," teriak Nisa.

Seketika semuanya terdiam. Tak menyangka Nisa akan teriak seperti seseorang yang sama sekali tak terima dengan perlakuan ketiga sahabatnya itu. 

"Kamu kenapa sih Nis?" Tanya Clara.

"Iya, Nis. Apa masih soal Ibu Lisa, ya. Nanti kita temenin deh ke rumah bu Lisa biar kamu nggak sendirian. Kamu ngga usah khawatir Nisa." Kata Salsa menenangkan.

"Nis, hari ini tu hari bahagia kamu. Nisa ulang tahun yang ke dua puluh. Kita lupain dulu soal bu Lisa. Bener kata Salsa, nanti kita-kita bakal nemenin kamu ke rumah Bu Lisa kok." Lidya menambahkan dengan panjang   lebar. 

"Ngomong dong, Nis. Kamu kenapa, sih?" Clara yang sudah mulai menanggapi dengan nada ketus merasa kesal karena Nisa tidak mengatakan apapun.

"Gais, aku bener-bener minta maaf sama kalian. Lagian kalian kenapa sih nggak bilang-bilang dulu kalau mau nyiapin semua ini? Aku udah memutuskan untuk nggak merayakan ulang tahunku dengan beginian." Nisa akhirnya menjelaskan kepada ketiganya.

Ketiga sahabatnya merasa aneh dengan jawaban Nisa. 

"Loh, kenapa Nis? Tahun-tahun kemarin, kayaknya nggak papa deh." Tanya Salsa.

"Sa, dalam islam tu nggak ada perayaan ulang tahun model seperti ini. Apalagi sampai harus tiup lilin kayak gini. Itu nggak boleh, dan aku juga udah memutuskan untuk mengikuti syariat islam yang seharusnya."

"Ah, sok alim banget deh kamu Nis." Clara yang sudah tersulut emosi sudah tak mampu menahan diri dengan ucapan pedasnya.

"Kok sok alim sih, aku cuma mau ngikutin syariat islam aja. Islam agama kita bersama, kan? Lagian kalian juga nggak mau bilang-bilang sama aku kalau ngadain kayak gini. Harusnya kalian bilang dulu, biar nggak mubadzir kayak gini." Nisa pun sudah mulai tak mampu untuk mengontrol diri.

"Eh, Nis. Namanya juga suprise. Kamu aja tuh yang aneh-aneh. Lagian biasanya juga nggak gini-gini banget. Udah ah, aliranmu itu nggak usah dibawa-bawa kesini. Aku capek ngadepin kamu yang daritadi nggak normal." Clara lalu pergi meninggalkan ketiganya. 

Salsa kemudian memberikan kode untuk Lidya agar segera menyusul kepergian Clara, dan ia yang akan menemani Nisa. Lidya menangkap kode itu lalu beranjak pergi menyusul kepergian Clara. Salsa yang terkenal sabar diantara empat berkawan itu mencoba untuk menenangkan Nisa yang hanya terdiam mematung setelah mendengar semua penuturan Clara.

"Duduk dulu, Nis."

"Aku salah ya, Sal? Salahku apa sih? Aku cumau berbagi kebaikan, pengetahuan juga sama kalian yang seharusnya itu gimana." Nisa mengungkapkannya dengan luruhan air mata dan isakan tangis yang awalnya tertahan.

"Nisa, nggak ada yang salah. Yang ada, kalian tu salah paham aja. Nis, kalau soal kamu yang udah nggak mau lagi merayakan ulang tahun kayak biasanya, kan kita nggak tahu apa-apa. Kamu mutusin itu tanpa kita tahu. Soal suprise hari ini yang kamu permasalahkan, ya kali Nis. Mana ada sih, suprise yang dibilang-bilang. Maksud kamu gimana?" Salsa mencoba untuk menemukan benang merah dari kesalahpahaman keduanya.

Nisa tak berkomentar apapun, ia hanya terus menangis bahkan suara tangisannya kini semakin terdengar keras mengingat ucapannya pada Clara beberapa waktu lalu. Salsa lalu menggeser duduknya, agar duduknya berdekatan dengan Nisa. Memeluk, lalu menepuk-nepuk pundak Nisa. 

"Aku tahu, hari ini kamu sensitif banget. Tapi Nis, kamu juga tetap harus sadar bahwa aku sama Clara dan Lidya tetap peduli dan bakal selalu ada buat kamu. Kamu tahu kan, kalau Clara karakternya kayak gimana, selama ini kamu nggak pernah loh sampe debatan gitu sama Clara. Mungkin kamu emang mau menyampaikan kebaikan sama kita-kita, tapi cara kamu kurang tepat, Nis." kata Salsa dengan masih dalam keadaan memeluk hangat Nisa sahabatnya itu.

"Maafin aku Sal, maafin aku. Aku emang salah, caraku salah. Aku minta maaf." Nisa mengakui kesalahannya dengan isakan tangis yang belum reda sejak tadi. 

Sekitar setengah jam, baru tangisan Nisa mereda. Yang tertinggal hanya isakan-isakan kecil saja. Nisa masih menunduk, tak berani menatap Salsa sahabatnya yang duduk disebelahnya.

"Gimana? Udah lega?" Tanya Salsa.

Masih dalam keadaan yang menunduk, Nisa menganggukkan kepalanya.

"Jadi gimana? Apa udah boleh kita samperin Clara sama Lidya?"

Nisa lalu menoleh kearah Salsa, menatap ragu dan akhirnya mengangguk pelan. 

"Nah, gitu dong. Ya udah, ayok kita kesana. Udah lah, tenang aja. Nanti kita bicarakan baik-baik sama Clara, ya." Kata Salsa dengan tersenyum penuh arti pada Nisa.

"Makasih ya, Sal. Kamu bakal bantuin buat jelasin ke Clara, kan?" 

"Kamu kan udah gede Nis. Masa aku bantuin, sih. Nggak mau, ah. Pokoknya jelasin sendiri." 

"Yah, kok gitu sih Sal." Kata Nisa dengan ekspresi yang memelas dan bibir yang manyun lalu akhirnya tertawa kecil karena melihat ekspresi Salsa yang jahil.

Salsa tertawa melihat tingkah Nisa yang menurutnya lucu, merasa lega karena akhirnya mampu mengembalikan senyuman Nisa yang tak dilihatnya sejak perkuliahan beberapa jam yang lalu. Keduanya lalu berjalan bersama menghampiri Clara dan Lidya yang sedang duduk di taman dekat pintu gerbang. Pada akhirnya, kesalahpahaman yang baru saja terjadi beberapa jam yang lalu bisa mereda. Keempatnya lalu bercanda dan tertawa kembali meski masih ada sedikit rasa canggung yang menyelimuti antara Nisa dan Clara. 

"Nis, maaf tadi aku udah ngomong kasar banget sama kamu," Clara membuka percakapan antar keduanya.

"Aku juga Ra, aku seharusnya nggak seharusnya kayak gitu sama kalian. Maafin aku ya gais." Nisa mengatakannya dengan sangat pelan, sambil melihat ekspresi sahabatnya satu persatu. 

Sedangkan ketiganya menahan tawa karena melihat Nisa yang aslinya memang suka merasa tidak enakan. Lalu akhirnya mereka berempat tertawa lepas bersama. Mereka akhirnya memilih untuk pulang, berjalan pelan menuju kearah mobil diparkiran sambil bercanda riang.

"O ya, Nis. Tadi kan kamu bilang kalau merayakan ulang tahun dengan meniup lilin itu nggak sesuai syariat islam, jadi harusnya mesti kayak gimana, Nis?" Salsa yang menyimpan pertanyaan ini sejak perselisihan tadi akhirnya keluar juga karena rasa penasarannya.

"Iya, yah. Gimana tuh, Nis? Aku juga nggak pernah dengar selama ini." Lidya menambahkan.

"Nah, jadi gini gais. Kata Buya Yahya, aku nonton di youtube, nggak sengaja sih kejadiannya. Beliau bilang, kalau tiup lilin itu tandanya kita lagi ngirimin suatu pengharapan kepada ruh-ruh gitu. Kan kalo ditiup lilinnya, bakal ada asapnya yang terbang gitu, kan? Itu dia  yang dipercayai oleh orang-orang romawi kuno." Kata Nisa menjelaskan dengan sangat antusias kepada sahabatnya.

"Terus, merayakan ulang tahun yang sesuai syariat itu ya kita niatkan karena masih diberikan usia, meski sebenarnya jatah usia kita berkurang, kita harus tetap bersyukur bahwa Allah masih memberikan kita kesempatan untuk memperbanyak amal kita. Caranya, kita bisa ngadain syukuran gitu sama anak-anak yatim, atau kita bagi-bagi makanan ke orang-orang yang membutuhkan. Gitu, sih." Tambah Nisa lagi.

"Kayaknya seru, deh. By the way, nggak jauh dari kos-an aku tuh sering ada anak-anak organisasi yang suka nyantunin anak yatim gitu. Suka pada rame disana, karena hampir tiap hari ada yang dateng. Gimana kalo kita juga buat syukuran kayak gitu, Nis." Clara angkat bicara dan memberikan sarannya.

"Wah, thanks ya Ra. Padahal aku baru mau nyari panti asuhan dan ngadain syukuran gitu." kata Nisa.

"Ya udah, kalau gitu kita prepare aja yuk buat kesana," Lidya menambahkan dengan antusias.

"Aku tahu nasi kotak yang paling enak di daerah sini. Mending kita langsung kesana aja, gimana?" Salsa juga tak mau kalah berkontribusi.

Nisa sungguh terharu memiliki ketiganya sebagai sahabat terbaiknya, tak salah keputusan Nisa untuk memilih memperbaiki diri. Nyatanya, ketiga orang yang kini ada bersamanya di dalam mobil adalah orang-orang yang akan membersamai dirinya untuk jadi lebih baik. 

"Baru memulai saja, aku sudah dibuat terharu seperti ini. Makasih Ya Allah, Engkau hadirkan mereka di hidupku, semoga mereka adalah sahabat-sahabatku kelak sampai di surga-Mu. Aamiin," katanya dalam hati. 

Niat baik mereka terlaksana hari itu juga, semua anak di panti asuhan terlihat girang dengan kedatangan mereka. Apalagi dengan kehadiran mereka yang begitu hangat bersama anak-anak membuat mereka semua cepat akrab. Bahkan keempatnya sampai lupa berapa lama menghabiskan waktunya di panti asuhan itu. Sungguh benar, bahwasannya kebaikan itu menular. Nikmat yang tak pernah bisa digantikan adalah ketika dikumpulkan dalam lingkaran kebaikan, apalagi diperkenalkan dengan orang-orang yang baik pula. 


Sekian











Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Salam kenal dari ViiJourney buat semua Sobey yang sempat baca tulisan dalam blog ini. Sini, tinggalkan komentar di bawah. Kita saling sapa :)