بِسْÙ…ِ اللّÙ‡ِ الرَّØ­ْÙ…َÙ†ِ الرَّØ­ِÙŠْÙ…ِ

"Nulis yang aku sukai aja, semoga bermanfaat juga buat kalian. Happy reading :)"

Mental yang Sehat itu Harus Diperjuangkan



Hi, Sobey! 
Tulisan kali ini bakal nge-bahas soal diksusi kecilku bersama seorang adik. Topik pembahasan kita tuh seru, karena lagi ngomongin soal kesehatan mental. Topik ini kita bahas karena aku sempat buat instastory di instagram, tentang mood-ku yang akhir-akhir ini cukup berantakan sih menurutku. Aku bilang berantakan, padahal sebabnya sepele banget. Tapi, dipikirin terus jadi mood-nya berpengaruh dan nggak karuan. 

Jadi ceritanya si adik ini nge-bales IGS aku dengan kalimat pertanyaan;

"Hmmm... kakak tau bipolar gak?"

Aku langsung kepikiran kalo bipolar itu yang emang mood parah tapi kayak yang tadinya gembira, terus tiba-tiba sedih tanpa sebab gitu. Sebatas itu, karena emang pernah googling juga dan jawaban yang hinggap dikepalaku, kesimpulannya gitu. Duh, maafkan aku yang benar-benar miskin referensi. Huhuhuhu

Topik kesehatan mental akhir-akhir ini cukup populer juga, sih. Karena di media sosial juga udah banyak yang berbagi pengalamannya tentang kesehatan mental. Bukan hanya itu saja, banyak juga para ahli dan komunitas yang turut meramaikan dunia per-media sosial-an untuk berbagi kebaikan tentang kesehatan mental. Salah satu platform favorite aku, suka mantengin instagramwebsitepodcast, dan youtube Satu Persen. Kalian boleh cek semua akun media sosialnya untuk sama-sama menikmati konten baik dari Satu Persen ini. 

Dan, akhirnya dari pertanyaan singkat dari si adik, topik kita berkelanjutan. Aku sampai dapat insight baru soal kesehatan mental, dan itu keren banget sih. Pasalnya, si adik ini berbagi pengalamannya dia pas lagi konsultasi sama psikologi. Aku yang akhir-akhir ini baru sadar kalau kesehatan mental itu penting, jadi antusias banget dengerin penjelasan dia yang dikirim melalui voice note WhatsApp. 

Aku pribadi kagum banget sama dia, karena ternyata dia lebih cepat sadar kalau kesehatan mental itu penting dibandingkan aku. Bayangin aja, dia udah konsultasi ke psikolog sejak sebelum masuk perkuliahan. Alasannya karena ingin lebih mengenal diri, mengetahu potensi diri, biar nggak salah masuk jurusan. Bahkan, dari pengakuannya dia, dia ngerasa nyesal banget karena ngerasa telat pergi konsultasi. Wah, keren, kan? Sedangkan aku? Apa kabar aku?

Sumber: pinterest



Aku baru sadar saat perkuliahanku udah selesai. Itupun, sadarnya aku pas lagi ngerasa kalau ada sesuatu hal dalam diriku yang harus diselesaikan dengan diriku sendiri. Telat, asli banget. Ini nih yang katanya;

"Nunggu Sakit dulu baru Konseling"

padahal, seharusnya kita tuh mesti;

"Gak Harus Nunggu Sakit dulu untuk Konseling"


Lagipula, kalau bisa konseling tanpa harus nunggu sakitnya kelihatan dulu, kenapa nggak konseling aja, kan? Karena ternyata, sakit mental itu beda banget sama sakit fisik. Sakit fisik emang bisa dilihat, kemudian dirasakan. Sedangkan sakit pada bagian mental itu nggak bisa kelihatan kayak fisik. Dan itu melekat banget sama kehidupan kita sehari-hari. Kesedihan, kekecewaan, kegagalan, keterpurukan, bahkan kegembiraan yang sifatnya berlebihan adalah hal-hal yang bisa saja itu sebuah penyakit mental. Nggak percaya? 

Si adik yang aku ceritakan diawal tulisan ini, juga bilang sama aku kalau semua orang itu pada hakikatnya butuh untuk konseling. Dan kalau saja semuanya mau melakukan konseling,  mungkin ada yang mengidap penyakit bipolar. Dan, setelah aku baca dengan seksama ciri-ciri penyakit bipolar yang sempat dikirimin sama dia, itu lumayan serem juga sih. Tapi, sayang banget, anggapan di masyarakat itu parah banget soal ini. Kebanyakan mereka men-judge bahwa yang pergi konseling ke psikolog itu udah dianggap kurang waras. Padahal, konsepnya nggak gitu.

Konseling ke ahli itu adalah salah satu bentuk kepedulian dan kasih sayang diri sama diri kita sendiri. Saat membawa diri berani untuk konseling, akan membawa diri menjadi pribadi yang lebih mengenal diri sendiri. Nah, ini penting banget diketahui buat kita semua. Kalau pergi ke ahli psikolog bukan hanya pada saat terdeteksi sakit saja, lalu kapan seharusnya kita pergi konseling? Hal-hal apa saja yang bisa kita tanyakan pada ahli psikolog?

Pemilihan Jurusan

Saat akan menduduki bangku sekolah, Sobey perlu banget nih konseling. Kenapa? Umumnya dan kebanyakan, seseorang itu sulit untuk mengenal dirinya sendiri. Masih kesulitan untuk mengetahui potensi dirinya, bakatnya, hal yang sebenarnya disukai, dan akhirnya hal yang paling cocok sesuai dengan kepribadiannya. Berdasarkan informasi dari si adik yang berbagi pengalamannya yang konseling soal jurusan, dia jadi tahu banyak hal. Seperti hal-hal yang cocok untuk dilakuan, bidang yang cocok dengan dirinya, sampai pada hal-hal sepele kayak waktu belajar yang bagus untuk tipe kepribadiannya. Wah, sedetail itu yah. Keren, dong.

Teman Curhat

Bagian ini sering kali dibutuhkan dan memang adalah sebuah kebutuhan yang fitrah bagi seorang manusia. Tapi, tidak semua paham bahwa sebenarnya kita tidak boleh asal menceritakan masalah kepada orang lain. Apalagi kalau sampai ramai curhat di media sosial. Bijak dalam menggunakan sosial ya, Sobey. Kalau mau curhat, hindari curhat di media sosial, cari yang aman aja. Konseling akan sangat membantu, karena memang sudah ahli profesinya untuk mendengarkan dan memberikan solusi kepada kliennya. Bercerita kepada yang ahli juga akan membuat semua hal yang diceritakan tetap aman, karena memang sudah jadi ketentuannya bahwa semua akan diprivasi. 


Memutuskan untuk konseling juga adalah pilihan yang tepat saat diri kita merasa bahwa semua masalah yang sedang kita hadapi tak boleh diketahui oleh orang lain, karena para ahlinya akan sangat menjaga privasi kliennya. Sederhananya gini, nggak semua orang mau mengerti dengan cerita dan perasaan kita kalau kita ceritanya ke sembarangan orang. 

Ada satu kalimat dari seorang kakak yang juga sangat berarti banget buat aku, beliau pernah bilang gini; 

"Nggak semua orang yang bisa berbicara dengan baik di depan orang banyak, bisa menjadi pendengar yang baik pula untukmu."


Kalimat itu sudah jelas banget mengingatkan kita semua untuk berhati-hati memilih orang lain untuk mendengarkan ceritamu. Banyak kasus yang terjadi kalau kita bercerita ke orang lain, pihak yang kita jadikan tempat bercerita justru malah membandingkan cerita atau masalah dia yang menurut dia lebih berat dibandingkan dengan cerita kita. Gimana? Pernah dapat sosok yang seperti ini? Padahal, saat kita bercerita itu sebenarnya adalah bentu luapan karena berat menanggung beban sendirian jadi butuh teman cerita yang siap mendengarkan saja tanpa memberikan solusi. Jadi, ada baiknya kalau kita tidak sembarang menceritakan kepada orang lain, lebih baik langsung konseling sama ahlinya saja, ya.

Ingat, sobey-ku. Mengakui bahwa diri sedang tidak baik-baik saja itu nggak apa-apa. Karena sakit dan luka itu bukan untuk dialihkan apalagi dilupakan. Tapi butuh dipeluk, dibasuh, dan dirawat agar lekas sembuh. Buat kamu yang sedang terluka, jangan selalu berpura-pura untuk baik-baik saja. Yuk, sama-sama kita perjuangan mental yang sehat. Akui bahwa diri sedang terluka, lalu berusahalah untuk sembuh dari luka. Jangan lupa juga, setelahnya kita harus terus bertumbuh. Terima dengan lapang dada bahwa luka dan sakit itu adalah bagian dari hidup kita yang menemani proses kita untuk bertumbuh. 

Tulisan ini diikutkan dalam #SatuPersenBlogCompetition dan kamu juga bisa ikutan ya. Yuk, berbagi kebaikan bersama Satu Persen. Aku harap, ada kebaikan yang bisa Sobey dapetin melalui tulisan ini, ya. Selamat beraktivitas, jangan lupa untuk keep stay safe yah

Semoga bermanfaat ya :)





Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Salam kenal dari ViiJourney buat semua Sobey yang sempat baca tulisan dalam blog ini. Sini, tinggalkan komentar di bawah. Kita saling sapa :)