بِسْمِ اللّهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيْمِ

"Nulis yang aku sukai aja, semoga bermanfaat juga buat kalian. Happy reading :)"

Edisi #dirumahaja: Obrolan (serius) bareng Mama



Hi Sobat Viijourney😊.

Malam yang dingin, di luar sana sedang hujan deras tapi sudah mulai reda. Aku sedang rebahan, ditemani ponsel kesayanganku. Mengusap layar, membuka semua aplikasi sosial media untuk mengecek notifikasi. Kali aja ada pesan dari doi (*eh, ngaaaarep😂).

Tetiba, si mama langsung masuk ke dalam kamarku. Ikut berhamburan denganku di tempat tidur. Rebahan bareng, ceritanya. Aku masih tetap dalam keadaan memegang ponselku. Sesekali mendengar cerita mama. Mama lagi curhat, tentang kuliah si adik. Jadi ceritanya mau ngatur strategi untuk menemani adik kuliah nanti (karena dia mahasiswa baru jadi kudu dianterin). Ah, padahal aku dulu nggak dianterin. 

Itulah, si mama. Beliau emang lebih khawatir sama anak lelakinya ini. Soalnya, laki-laki lebih rentan ikut-ikutan -mudah terpengaruh- ini juga kalau pas dapet teman gandengan yang kurang baik (inilah yang ditakutkan si mama). Kalau aku sih, cukup bangun kepercayaan aja sama anaknya. Tapi mama gitu, beliau emang kurang percaya kalau si adikku ini ngurus semuanya sendiri. 

Aku sesekali memberikan solusi, baiknya gimana. Ya, agak rempong juga sih. Tahu kan, kalau misalnya baru pertama kali datang di suatu daerah dan ada niat bakalan tinggal disana. Cari tempat tinggal, keperluan masak, perlengkapan di dalam rumah atau kos. Nah, wajar juga sih kalau harus diantarkan. Adik kan, laki-laki yah. Mana paham soal begituan. Ah, ternyata sisi kecemburuanku bergejolak disini. Tapi, kumaklumi.

Aku sempat menawarkan diri untuk bantu kesana, ngurusin. Tapi setelah dibicarakan dan kupikir-pikir lagi, bakalan lebih rempong kalau aku ikutan juga. Ya udah, kuurungkan lagi niatku. Jadi, fix mama sendirian yang pergi nganterin adik ke Palu untuk kuliah. 

Beliau juga menanyakan waktu tepatnya aku balik ke perantauan lagi. Jika saja keadaan saat ini normal dan tak pernah terjadi soal pandemi, jalan ceritanya mungkin bakalan beda. Aku sudah diwisuda, pulang ke rumah, dan nggak bakalan balik lagi ke perantauan. Ya, itu cerita dalam imajinasi manusia yang tak punya kuasa apa-apa. Hanya Allah yang tahu segalanya. Ternyata, inilah skenario yang Allah berikan untuk kita semua, teman-teman. Tetap semangat ya, merencanakan segalanya. Tapi, tetap tawakal bahwa skenario Allah jauh lebih indah dari yang kita rencanakan (kalau saja, rencana kita tak sesuai dengan yang kita inginkan atau rencanakan)😊.

Mama juga bertanya rentan waktuku di perantauan. Sebelumnya pernah ada pembicaraan, kalau aku bakalan di perantauan dulu sambil nunggu tes CPNS ada lagi. Sambil nunggu ijazah S1 keluar juga. Tapi, malam ini mama nanya dengan lebih serius. Menampakkan kekhawatirannya terhadap anak wedok--nya ini. 

"Kamu sampai kapan nanti disana? Bapakmu itu sebenarnya sudah nyuruh kamu pulang, di rumah saja. Kuliahnya lho, sudah selesai."

"Yo, nanti kalau disuruh pulang ya pulang to mae," jawabku.

Mau bagaimanapun juga, tetap aku harus kembali. Masih banyak yang belum kutuntaskan disana. Wisudaku tertunda dan ijazahku masih disana. Mau tidak mau, pasti aku harus kesana untuk menyelesaikan semuanya. 

"Apa nanti sampai setelah wisuda aja, baru pulang lagi. Apa ada to, tes CPNS nanti tahun ini?"

"Katanya ada, tapi nggak tahu nanti dilihat lagi bagaimana. Kalau ada to, ikutan daftar juga."

"Cepat to kamu jadi PNS, biar mama tenang," katanya dengan lirih tapi terdengar jelas.

Ya Allah, rasanya langsung nyes banget didada. Sesak. Apakah menjadi seorang PNS itu membahagiakan ya? Aku sampai nggak bisa menerka, istimewanya menjadi PNS. Aku bahkan sama sekali tidak tertarik. Jikalau harus mengikuti semua rangkaian tesnya, itu semata-mata kulakukan untuk mamaku saja. 

Dulu, iya. Aku sebegitu antusiasnya mengikuti alur yang dibuat oleh mama. Kuliah, masuk jurusan PGSD. Terus daftar CPNS untuk buat mama senang. Ya, pernah se-simple itu alur yang mau kuikuti. Tapi, seiring berjalannya waktu ternyata sekarang beda, semua berubah bahkan berbanding terbalik. Aku tak begitu menginginkannya (re: jadi PNS). 

"Ya sudah, kerja saja dulu disana. Wujudkan keinginanmu yang belum tersampaikan. Kasih puas-puas disana, nda usah lama-lama. Ingat pulang. Ingat, kamu itu sudah dewasa."

Ah, dewasa. Lagi, pasti ini akan mengarahkanku pada topik pembicaraan yang menjadikanku diam--kaku--bisu. Benar, ternyata. 

"Jangan terlalu lama sendiri. Nanti kalau ditunda-tunda malah jadi perawan tua."

Aku masih diam, sambil mengusap-usap layar ponselku seakan-akan aku tengah bekerja dengan ponselku. Padahal tidak, hanya sekadar kuusap-usap saja. Buka-tutup aplikasi apa aja yang ada diponselku. 

"Apa kamu nggak punya teman laki-laki to, disana?"
"Ada to Mak."
"Teman apa? Teman kuliah, gitu?"
"Iya."
"Ngga usah pacaran-pacaran lah, sudah dewasa kok. Cari itu yang berumur, dia pasti sudah mau serius kalo yang begitu. Jangan cari yang seumuran, biasanya kalau seumuran dia masih mau main-main. Nggak serius."
"Enggak, ngga pacaran."

Tuh, kan. Jadi canggung banget. Sumpah, demi apapun. Aku deg-degan banget pas nge-bahas ini sama mama. Aku emang nggak pernah se-terbuka itu soal lelaki sama mama. Nggak pernah, suka cuek aja. Bahkan temanku pun, mama tahunya ya cuma itu-itu aja. Nggak pernah juga ngenalin teman lelaki sama mama. Makanya, agak canggung aja. Kenapa ya? Padahal pengen banget curhat tentang banyak hal soal perasaan. 

Ya sudahlah. Nggak papa, mungkin nanti. Yang penting aku udah tahu, kalau orang tuaku sudah mengizinkanku untuk 'menikah' yang kadang aku masih suka dapetin ada yang susah mendapat restu untuk menikah. 

Masih hening, sambil menghabiskan gorengan tahu isi dalam mulutnya, mama menutup pembicaraan malam ini dengan;

"Hm, kalau kamu sama adikmu sudah pergi lagi, sudah ngga ada lagi yang tidur di kamar ini."

Aku bisa merasakan kesedihan dalam kalimat itu. Semoga bukan kalimat kehilangan. Aku sudah tak mampu lagi merespon. Obrolan malam ini, cukup menguras pikiranku yang sudah kemana-mana. Yang paling mendominasi pikiranku adalah keinginan mama soal jodoh(ku). Kalau saja, aku tahu siapa gerangan jodohku itu. Sudah tentu aku panggil dia kesini, suruh cepat-cepat datang. Dan bakal kubilang ke dia; "pokoknya GPL."😂

Hahahah. 

Oh, Allah. Benar, ternyata. Inilah jawaban dari kekhawatiranku soal usiaku yang semakin bertambah. Bukan persoalan belum siap, tapi lebih kepada 'harus siap mental' untuk menerima pertanyaan-pertanyaan yang tak kuketahui jawabannya.

Selebihnya, Engkau tahu segala ikhtiarku untuk mencapainya. Semoga engkau ridho, ya Allah😊. Lega rasanya sudah menumpahkannya disini. Terimakasih, jari-jari mungilku. Kalian sudah bersedia membantuku untuk menumpahkannya, rela menari-nari dalam rentetan huruf yang akhirnya mampu untuk dirangkai menjadi tulisan yang bisa kubaca jelas. 

Lagi, tidak kusuguhkan untuk (kalian baca) tapi aku (sangat) ingin mengabadikannya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Salam kenal dari ViiJourney buat semua Sobey yang sempat baca tulisan dalam blog ini. Sini, tinggalkan komentar di bawah. Kita saling sapa :)