بِسْمِ اللّهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيْمِ

"Nulis yang aku sukai aja, semoga bermanfaat juga buat kalian. Happy reading :)"

Cerpen: Modal Nekat dan Sok Tahu


Modal Nekat dan Sok Tahu

Karya : Vista Alnia Pratiwi


Hari pertama ramadhan untuk tahun ini menurut aku pribadi merupakan hari yang paling berkesan banget. Perkenalkan, namaku Raisa Indriani. Aku adalah mahasiswi di salah satu universitas swasta di Kota Makassar. Aku seorang perantau dari Provinsi Sulawesi Tengah, tinggal di sebuah kos-kosan yang sangat sederhana. Aku memiliki beberapa kakak sepupu yang sama denganku, mereka juga sedang menempuh pendidikan disini. Namun, kami beda universitas.
Sudah dua kali puasa ramadhan ku lewati tanpa keluarga. Ramadhan tahun lalu, aku disibukkan dengan proses mendaftar di universitas. Karena kampung halamanku yang cukup jauh dengan perjalanan dua hari dua malam dan ditambah lagi biaya yang cukup mahal, sehingga aku memutuskan untuk tidak pulang kampung layaknya perantau lainnya. Akhirnya, ramadhan tahun ini aku tidak bisa pulang lagi karena urusan kuliah dan ada amanah yang harus ku kerjakan dalam lembagaku. Teman kos-ku juga banyak yang tidak pulang untuk ramadhan ini karena masih ada urusan kuliah yang harus diselesaikan. Yah, begitulah mahasiswa.
Suasana kos memang tidak sepi, namun aku merindukan suasana keluarga. Bagaimana tidak, aku sudah melewatkan dua kali ramadhanku tidak bersama-sama dengan orang tua maupun adikku di rumah. Bahkan dalam perkiraanku kali ini, aku akan melewatkan ramadhan dan lebaran idul fitriku. Benar-benar menyayat hati. Aku tidak tahu, apa yang harus kulakukan disaat-saat seperti ini.
Kesibukanku saat ini adalah mengikuti final kuliah sekaligus bimbingan karya tulis ilmiah dalam lembagaku. Aku mengikuti proses dalam suatu lembaga. Proses yang kulalui selama hampir setahun ini membuatku tidak ingin menyia-nyiakan tahap ini, karena ini merupakan tahap terakhir dari proses yang aku jalani. Inilah salah satu alasan, tahun ini aku memilih lagi untuk menghabiskan ramadhan sekaligus lebaran idul fitri di kampung orang.
Kembali ke pengalaman menarik yang aku beritahukan di awal tulisanku, bahwa hari pertama ramadhan kali ini merupakan hari yang paling berkesan. Pada saat itu, kampusku sedang diliburkan karena ada perang antar fakultas. Sehingga semua mahasiswa diliburkan. Cukup menguntungkan, karena itu bertepatan dengan awal ramadhan dan semua teman kelasku memanfaatkaan hari libur itu untuk pulkam (pulang kampung). Hanya beberapa saja yang kampungnya jauh dari Kota Makassar yang tidak pulkam, termasuk aku salah satunya.
Aku memang tidak pulkam, namun aku mengawali ramadhanku bersama sepupuku di kos-nya. Aku mengajak teman kos-ku untuk pergi dan bermalam di kos sepupuku satu malam saja. Karena aku berjanji bahwa akan menemani teman kos-ku pergi menghabiskan malam di rumah tantenya yang rumahnya ternyata tidak jauh dari kos sepupuku. Indah namanya. Indah minta tolong padaku agar bisa menemaninya pergi ke MTC untuk membeli HP. Malam pertama ramadhan, aku dan Indah bermalam di kos sepupuku. Keesokan harinya sesuai perjanjian yang kubuat dengan Indah, sekitar jam 09.00, aku dan juga Indah pergi ke Bank BRI untuk mengambil uangnya di ATM namun tidak bisa. Hal itu dikarenakan ATM nya ternyata bermasalah dan perlu diganti. “Ini sudah tidak bisa dik, silahkan adik pergi ke Bank Center untuk permohonan pembuatan ATM kembali” kata petugas bank tersebut.
Kami saling bertatap muka kebingungan. “Lalu, Bank Centernya disini dimana ya pak?” kuberanikan untuk bertanya. “Kalau Bank Center BRI itu ada di belakang Mall Panakkukang dik, adik bisa ganti ATM-nya disana.” Jawabnya lagi. “Oh iya, terimakasih pak.” Kataku sembari pergi menarik tangan Indah dari dalam bank. “Gimana nih Rey?” Tanya Indah dengan wajah yang memelas. Aku bingung, sebenarnya aku ingin pergi mengantarkannya ke bank. Namun, disisi lain, aku tidak bisa. Karena motor yang ku pakai adalah milik sepupuku. Aku juga belum memiliki SIM. Semua hal itulah yang membuatku ragu.
“Di rumah tante kamu, disana ada motornya tidak?” Tanyaku pada Indah setelah berpikir panjang. “Iya, ada sih. Kenapa?” jawabnya sembari melontarkan pertanyaan lagi padaku. “Aku punya usulan, gimana kalau kita pergi ke rumah tante kamu untuk pinjam motornya. Buat kita pakai pergi ke bank. Soalnya kalau mau nganterin kamu pakai motor sepupuku ini, aku tidak berani Ndah. Motor ini pernah ditilang sama polisi. Aku juga tidak punya SIM” kataku padanya. Cukup lama Indah berpikir, dan akhirnya ia menerima usulanku.
Dalam perjalanan ke rumah tantenya Indah, aku mencoba mengingat-ingat kembali jalan ke Mall Panakukkang yang pernah kulewati dulu bersama kakakku. Beberapa menit kemudian, akhirnya kami sampai di rumah tantenya Indah. Dan ternyata benar, di depan rumahnya ada motor yang diparkir dan sepertinya tidak sedang dipakai. Kami masuk lalu bersalaman, sedang Indah berbicara dengan tantenya. Dugaanku sih ia sedang meminta izin untuk pinjam motor. Aku tidak mengerti bahasa mereka, yah karena mereka menggunakan bahasa bugis. Tantenya pun mengizinkan kami untuk memakai motor itu. Kunci motor sepupuku, ku titipkan di rumah itu.
Kami pamit lagi dan langsung pergi. Dalam perjalanan pergi ke Mall Panakukkang, kami nyasar. Yang bawa motornya aku sih. Tapi aku lupa jalan awal yang kami lewati untuk pergi ke rumah tantenya Indah. Karena rumah itu memasuki gang di kompleks perumahan. Sehingga banyak lagi lorong-lorong yang dilalui. Itulah aku, aku tidak bisa langsung memngingat jalan yang pertama kali ku lewati. Kami berdua kebingungan dan sempat berdebat dalam perjalanan. Aku terus melaju kearah depan dan tak memiliki tujuan yang pasti.
Akhirnya kuberanikan untuk menepi dan bertanya pada warga. “Ibu, mau bertanya nih. Ini di daerah mana ya?” tanyaku padanya. Ibu itu mengatakan nama suatu tempat yang menurutku asing didengar. “Terus, kalau mau pergi ke pasar Antang itu arahnya kemana ya bu?” tanyaku lagi. “Wah, adik salah arah, silahkan putar balik lagi lalu terus-terus saja. ini sudah terlalu jauh. Pokoknya, nanti adik akan dapatkan pasar Antang, asal jangan sampai belok-belok lagi.” Jawabnya sembari menasehati kami. “Ah, Alhamdulillah.”
Segera ku putar balik motor lalu terus menelusuri jalan panjang itu. Sekitar 15 menit, kami bisa melihat pasar Antang di depan kami. Lalu aku mengarah ke jalan untuk pergi ke Mall Panakukkang. Diperjalanan ke MP, kami nyasar lagi. “Benar-benar cobaan buat kita hari ini. Kamu itu sebenarnya tahu jalan tidak sih Rey?” Tanya Indah dengan nada agak kesal padaku. “Seingatku sih di jalan ini yang dilewati, sudahlah kamu tenang saja. Pokoknya hari ini kita jalan-jalan kelilingi Kota Makassar.” Jawabku dengan santai. Indah hanya menanggapi candaanku dengan wajah cemberut.
Beberapa kali kami bertanya, akhirnya kami sampai di Bank BRI belakang Mall Panakukkang. Perjuangan banget menurutku. Bagaimana tidak, ini adalah pertama kalinya bagiku membawa motor di jalan lepas dengan modal tidak mempunyai SIM (haha). Kami masuk dan cukup lama menunggu antrian. Sekitar 1 jam, kami telah selesai dan akhirnya menuju tempat terakhir yaitu untuk membeli HP impian si Indah di MTC yang bisa membuatku berani melakukan ini semua. Kami bergegas pergi karena kulihat jam telah menunjukkan pukul 13.00 WITA.
Perjalanan pulang dari Bank BRI, Alhamdulillah kami tidak nyasar lagi. Aku bisa mengingat jalan itu, karena jalan itu sering kulewati sewaktu aku pergi untuk penggalangan dana bersama teman kelasku di sekitar jalan itu. “Huh, kamu nih Rey dari tadi kecepatan kamu tidak pernah bertambah sedikit pun. Kalau begini kapan kita sampai?” kata Indah marah-marah padaku. Aku tak menanggapinya, karena memang itu betul dan menurutku itu wajar untuk pemula seperti aku. Hehe
Sepanjang jalan pergi ke MTC cukup melelahkan, karena cukup jauh. Aku sudah merasa pegal dan capek membawa motor. Namun aku juga tidak mungkin menyuruh Indah untuk menggantikanku, karena dia tidak bisa membawa motor. Dengan kesabaran terus mengikuti jalan, akhirnya kami sampai juga di MTC. Wajah gembira tergambar di wajah Indah. Segera kuparkir motor lalu masuk ke dalam menemani Indah mencari HP impiannya. Setelah lama melakukan tawar-menawar, Indah lalu menyepakati harga yang diberikan oleh penjual. Setelah selesai, kami kembali ke tempat parkir untuk mengambil motor lalu bergegas pulang.
Namun, ternyata sesungguhnya disinilah yang membuatku deg-degan banget. Perjalanan pulang dari MTC, aku bingung jalan mana yang harus kulewati karena keluar dari tempat parkir, aku menemukan jalan asing. Aku hanya menebak-nebak saja untuk pergi ke jalan pulang. Aku tidak memikirkannya dan terus saja menelusuri jalan yang kupilih. Dalam perjalanan, banyak kutemukan polisi. “Nanti, kalau kita bertemu polisi lagi, kamu jangan pasang wajah rasa bersalah atau rasa takut yah? Pak polisi pasti akan tahu dan kita bisa ditilang Ndah.” Kataku pada Indah. “iya, iya.” Jawabnya singkat. Sepanjang jalan selalu kulantunkan ayat kursi. Benar-benar membuatku tegang. Ternyata begini rasanya lihat pak polisi di perempatan jalan ketika kita tidak mempunyai SIM. Pak polisi sempat berteriak padaku dan juga Indah. Sebenarnya aku tidak mendengar, namun Indah yang mendengarnya. Ternyata aku ditegur karena berhenti dilampu merah di jalur yang salah. Segera kubelokkan motor kembali ke jalaur yang sebenarnya.
Lalu aku meneruskan jalan ketika melihat lampu hijau menyala. Saking takutnya, aku tidak tahu lagi jalan yang kulewati akan kearah mana. Aku menepi dan mencoba bertanya kepada bapak berbaju dinas. Beliau menjelaskan jalan dengan sabar kepada kami. Kami mengikuti alur yang dijelaskan olehnya, namun aku masih belum mengerti. Indah pun seperti itu. Aku kembali bertanya lagi kepada orang bengkel di pinggir jalan. “Permisi pak, mau tanya. Jalan ke fly over itu arahnya kemana ya?” tanyaku pada om tersebut. “Jalan ini dik, belok kanan terus belok kiri. Kalau dapat bundaran, adik belok kanan lagi. Lalu terus-terus saja. Maka akan ketemu dengan jalan utama menuju fly over. Aduh dik, makanya kalau bermain, jangan jauh-jauh. Akhirnya nyasar kan.” Jawabnya senbari menasehati kami.
Aku tertawa geli mendengar pernyataan om tadi. Yang dikatakannya sih memang benar. Aku mengikuti alur jalan yang dijelaskan om tadi. Kutelusuri terus jalan itu, dan aku bisa mengenal lagi bahwa jalan itu memang jalan menuju pulang ke Antang. Alhamdulillah, akhirnya kita bisa pulang juga. Perjalanan pulang, kami tidak nyasar lagi dan sampailah kami di tempat tujuan yaitu rumah tantenya Indah. Aku selalu senyum-senyum sendiri mengingat kejadian hari itu. Seakan tidak menyangka bahwa aku berani melakukan itu hanya karena melihat wajah melas sahabatku. Hanya sekedar berbagi pengalaman saja pada pembaca sekalian, karena menurutku ini adalah pengalaman yang mengesankan dihari pertama ramadhanku.
 
 Sumber: Kafe Kopi