Modal Nekat dan Sok Tahu
Karya : Vista Alnia Pratiwi
Diikutsertakan dalam Lomba Menulis Unexpected Ramadhan 2016
Hari pertama
ramadhan untuk tahun ini menurut aku pribadi merupakan hari yang paling
berkesan banget. Perkenalkan, namaku Raisa Indriani. Aku adalah mahasiswi di
salah satu universitas swasta di Kota Makassar. Aku seorang perantau dari
Provinsi Sulawesi Tengah, tinggal di sebuah kos-kosan yang sangat sederhana.
Aku memiliki beberapa kakak sepupu yang sama denganku, mereka juga sedang
menempuh pendidikan disini. Namun, kami beda universitas.
Sudah
dua kali puasa ramadhan ku lewati tanpa keluarga. Ramadhan tahun lalu, aku
disibukkan dengan proses mendaftar di universitas. Karena kampung halamanku
yang cukup jauh dengan perjalanan dua hari dua malam dan ditambah lagi biaya
yang cukup mahal, sehingga aku memutuskan untuk tidak pulang kampung layaknya
perantau lainnya. Akhirnya, ramadhan tahun ini aku tidak bisa pulang lagi
karena urusan kuliah dan ada amanah yang harus ku kerjakan dalam lembagaku.
Teman kos-ku juga banyak yang tidak pulang untuk ramadhan ini karena masih ada
urusan kuliah yang harus diselesaikan. Yah, begitulah mahasiswa.
Suasana
kos memang tidak sepi, namun aku merindukan suasana keluarga. Bagaimana tidak,
aku sudah melewatkan dua kali ramadhanku tidak bersama-sama dengan orang tua
maupun adikku di rumah. Bahkan dalam perkiraanku kali ini, aku akan melewatkan
ramadhan dan lebaran idul fitriku. Benar-benar menyayat hati. Aku tidak tahu,
apa yang harus kulakukan disaat-saat seperti ini.
Kesibukanku
saat ini adalah mengikuti final kuliah sekaligus bimbingan karya tulis ilmiah
dalam lembagaku. Aku mengikuti proses dalam suatu lembaga. Proses yang kulalui
selama hampir setahun ini membuatku tidak ingin menyia-nyiakan tahap ini,
karena ini merupakan tahap terakhir dari proses yang aku jalani. Inilah salah
satu alasan, tahun ini aku memilih lagi untuk menghabiskan ramadhan sekaligus
lebaran idul fitri di kampung orang.
Kembali
ke pengalaman menarik yang aku beritahukan di awal tulisanku, bahwa hari
pertama ramadhan kali ini merupakan hari yang paling berkesan. Pada saat itu,
kampusku sedang diliburkan karena ada perang antar fakultas. Sehingga semua
mahasiswa diliburkan. Cukup menguntungkan, karena itu bertepatan dengan awal
ramadhan dan semua teman kelasku memanfaatkaan hari libur itu untuk pulkam
(pulang kampung). Hanya beberapa saja yang kampungnya jauh dari Kota Makassar
yang tidak pulkam, termasuk aku salah satunya.
Aku
memang tidak pulkam, namun aku mengawali ramadhanku bersama sepupuku di
kos-nya. Aku mengajak teman kos-ku untuk pergi dan bermalam di kos sepupuku satu
malam saja. Karena aku berjanji bahwa akan menemani teman kos-ku pergi
menghabiskan malam di rumah tantenya yang rumahnya ternyata tidak jauh dari kos
sepupuku. Indah namanya. Indah minta tolong padaku agar bisa menemaninya pergi
ke MTC untuk membeli HP. Malam pertama ramadhan, aku dan Indah bermalam di kos
sepupuku. Keesokan harinya sesuai perjanjian yang kubuat dengan Indah, sekitar
jam 09.00, aku dan juga Indah pergi ke Bank BRI untuk mengambil uangnya di ATM
namun tidak bisa. Hal itu dikarenakan ATM nya ternyata bermasalah dan perlu
diganti. “Ini sudah tidak bisa dik, silahkan adik pergi ke Bank Center untuk
permohonan pembuatan ATM kembali” kata petugas bank tersebut.
Kami
saling bertatap muka kebingungan. “Lalu, Bank Centernya disini dimana ya pak?”
kuberanikan untuk bertanya. “Kalau Bank Center BRI itu ada di belakang Mall Panakkukang dik, adik bisa ganti
ATM-nya disana.” Jawabnya lagi. “Oh iya, terimakasih pak.” Kataku sembari pergi
menarik tangan Indah dari dalam bank. “Gimana nih Rey?” Tanya Indah dengan
wajah yang memelas. Aku bingung, sebenarnya aku ingin pergi mengantarkannya ke
bank. Namun, disisi lain, aku tidak bisa. Karena motor yang ku pakai adalah
milik sepupuku. Aku juga belum memiliki SIM. Semua hal itulah yang membuatku
ragu.
“Di
rumah tante kamu, disana ada motornya tidak?” Tanyaku pada Indah setelah
berpikir panjang. “Iya, ada sih. Kenapa?” jawabnya sembari melontarkan
pertanyaan lagi padaku. “Aku punya usulan, gimana kalau kita pergi ke rumah tante
kamu untuk pinjam motornya. Buat kita pakai pergi ke bank. Soalnya kalau mau
nganterin kamu pakai motor sepupuku ini, aku tidak berani Ndah. Motor ini
pernah ditilang sama polisi. Aku juga tidak punya SIM” kataku padanya. Cukup
lama Indah berpikir, dan akhirnya ia menerima usulanku.
Dalam
perjalanan ke rumah tantenya Indah, aku mencoba mengingat-ingat kembali jalan
ke Mall Panakukkang yang pernah
kulewati dulu bersama kakakku. Beberapa menit kemudian, akhirnya kami sampai di
rumah tantenya Indah. Dan ternyata benar, di depan rumahnya ada motor yang
diparkir dan sepertinya tidak sedang dipakai. Kami masuk lalu bersalaman,
sedang Indah berbicara dengan tantenya. Dugaanku sih ia sedang meminta izin
untuk pinjam motor. Aku tidak mengerti bahasa mereka, yah karena mereka
menggunakan bahasa bugis. Tantenya pun mengizinkan kami untuk memakai motor
itu. Kunci motor sepupuku, ku titipkan di rumah itu.
Kami
pamit lagi dan langsung pergi. Dalam perjalanan pergi ke Mall Panakukkang, kami nyasar. Yang bawa motornya aku sih. Tapi aku
lupa jalan awal yang kami lewati untuk pergi ke rumah tantenya Indah. Karena
rumah itu memasuki gang di kompleks perumahan. Sehingga banyak lagi
lorong-lorong yang dilalui. Itulah aku, aku tidak bisa langsung memngingat
jalan yang pertama kali ku lewati. Kami berdua kebingungan dan sempat berdebat
dalam perjalanan. Aku terus melaju kearah depan dan tak memiliki tujuan yang
pasti.
Akhirnya
kuberanikan untuk menepi dan bertanya pada warga. “Ibu, mau bertanya nih. Ini
di daerah mana ya?” tanyaku padanya. Ibu itu mengatakan nama suatu tempat yang
menurutku asing didengar. “Terus, kalau mau pergi ke pasar Antang itu arahnya
kemana ya bu?” tanyaku lagi. “Wah, adik salah arah, silahkan putar balik lagi
lalu terus-terus saja. ini sudah terlalu jauh. Pokoknya, nanti adik akan
dapatkan pasar Antang, asal jangan sampai belok-belok lagi.” Jawabnya sembari
menasehati kami. “Ah, Alhamdulillah.”
Segera
ku putar balik motor lalu terus menelusuri jalan panjang itu. Sekitar 15 menit,
kami bisa melihat pasar Antang di depan kami. Lalu aku mengarah ke jalan untuk
pergi ke Mall Panakukkang.
Diperjalanan ke MP, kami nyasar lagi. “Benar-benar cobaan buat kita hari ini.
Kamu itu sebenarnya tahu jalan tidak sih Rey?” Tanya Indah dengan nada agak
kesal padaku. “Seingatku sih di jalan ini yang dilewati, sudahlah kamu tenang
saja. Pokoknya hari ini kita jalan-jalan kelilingi Kota Makassar.” Jawabku
dengan santai. Indah hanya menanggapi candaanku dengan wajah cemberut.
Beberapa
kali kami bertanya, akhirnya kami sampai di Bank BRI belakang Mall Panakukkang. Perjuangan banget
menurutku. Bagaimana tidak, ini adalah pertama kalinya bagiku membawa motor di
jalan lepas dengan modal tidak mempunyai SIM (haha). Kami masuk dan cukup lama
menunggu antrian. Sekitar 1 jam, kami telah selesai dan akhirnya menuju tempat
terakhir yaitu untuk membeli HP impian si Indah di MTC yang bisa membuatku
berani melakukan ini semua. Kami bergegas pergi karena kulihat jam telah
menunjukkan pukul 13.00 WITA.
Perjalanan
pulang dari Bank BRI, Alhamdulillah kami
tidak nyasar lagi. Aku bisa mengingat jalan itu, karena jalan itu sering
kulewati sewaktu aku pergi untuk penggalangan dana bersama teman kelasku di
sekitar jalan itu. “Huh, kamu nih Rey dari tadi kecepatan kamu tidak pernah
bertambah sedikit pun. Kalau begini kapan kita sampai?” kata Indah marah-marah
padaku. Aku tak menanggapinya, karena memang itu betul dan menurutku itu wajar
untuk pemula seperti aku. Hehe
Sepanjang
jalan pergi ke MTC cukup melelahkan, karena cukup jauh. Aku sudah merasa pegal
dan capek membawa motor. Namun aku juga tidak mungkin menyuruh Indah untuk
menggantikanku, karena dia tidak bisa membawa motor. Dengan kesabaran terus
mengikuti jalan, akhirnya kami sampai juga di MTC. Wajah gembira tergambar di
wajah Indah. Segera kuparkir motor lalu masuk ke dalam menemani Indah mencari
HP impiannya. Setelah lama melakukan tawar-menawar, Indah lalu menyepakati
harga yang diberikan oleh penjual. Setelah selesai, kami kembali ke tempat parkir
untuk mengambil motor lalu bergegas pulang.
Namun,
ternyata sesungguhnya disinilah yang membuatku deg-degan banget. Perjalanan
pulang dari MTC, aku bingung jalan mana yang harus kulewati karena keluar dari
tempat parkir, aku menemukan jalan asing. Aku hanya menebak-nebak saja untuk
pergi ke jalan pulang. Aku tidak memikirkannya dan terus saja menelusuri jalan
yang kupilih. Dalam perjalanan, banyak kutemukan polisi. “Nanti, kalau kita
bertemu polisi lagi, kamu jangan pasang wajah rasa bersalah atau rasa takut
yah? Pak polisi pasti akan tahu dan kita bisa ditilang Ndah.” Kataku pada Indah.
“iya, iya.” Jawabnya singkat. Sepanjang jalan selalu kulantunkan ayat kursi.
Benar-benar membuatku tegang. Ternyata begini rasanya lihat pak polisi di
perempatan jalan ketika kita tidak mempunyai SIM. Pak polisi sempat berteriak
padaku dan juga Indah. Sebenarnya aku tidak mendengar, namun Indah yang
mendengarnya. Ternyata aku ditegur karena berhenti dilampu merah di jalur yang
salah. Segera kubelokkan motor kembali ke jalaur yang sebenarnya.
Lalu
aku meneruskan jalan ketika melihat lampu hijau menyala. Saking takutnya, aku
tidak tahu lagi jalan yang kulewati akan kearah mana. Aku menepi dan mencoba
bertanya kepada bapak berbaju dinas. Beliau menjelaskan jalan dengan sabar
kepada kami. Kami mengikuti alur yang dijelaskan olehnya, namun aku masih belum
mengerti. Indah pun seperti itu. Aku kembali bertanya lagi kepada orang bengkel
di pinggir jalan. “Permisi pak, mau tanya. Jalan ke fly over itu arahnya kemana ya?” tanyaku pada om tersebut. “Jalan
ini dik, belok kanan terus belok kiri. Kalau dapat bundaran, adik belok kanan
lagi. Lalu terus-terus saja. Maka akan ketemu dengan jalan utama menuju fly over. Aduh dik, makanya kalau bermain,
jangan jauh-jauh. Akhirnya nyasar kan.” Jawabnya senbari menasehati kami.
Aku
tertawa geli mendengar pernyataan om tadi. Yang dikatakannya sih memang benar.
Aku mengikuti alur jalan yang dijelaskan om tadi. Kutelusuri terus jalan itu,
dan aku bisa mengenal lagi bahwa jalan itu memang jalan menuju pulang ke
Antang. Alhamdulillah, akhirnya kita
bisa pulang juga. Perjalanan pulang, kami tidak nyasar lagi dan sampailah kami
di tempat tujuan yaitu rumah tantenya Indah. Aku selalu senyum-senyum sendiri
mengingat kejadian hari itu. Seakan tidak menyangka bahwa aku berani melakukan
itu hanya karena melihat wajah melas sahabatku. Hanya sekedar berbagi
pengalaman saja pada pembaca sekalian, karena menurutku ini adalah pengalaman
yang mengesankan dihari pertama ramadhanku.
Sumber: Kafe Kopi