بِسْمِ اللّهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيْمِ

"Nulis yang aku sukai aja, semoga bermanfaat juga buat kalian. Happy reading :)"

[Review Buku] Melangkah Searah: Asam-Manis Rumah Tangga Muda by Aji Nur Afifah



Hi Sobat ViiJourney!
Apa kabar hati hari ini? Boleh dijawab dulu sebelum dilanjutkan membaca isi tulisan ini. Jawabnya yang jujur, boleh dalam hati dan boleh pake pengeras suara juga kalau berani. Hahaha *LOL*

Tapi, aku seriusan lho, ya. Kalian yang sempatin baca postinganku sebelumnya pasti paham dengan pertanyaanku soal kabar hati. Aku sudah jelaskan maksudnya dengan serinci mungkin, sok atuh dijawab ya sekaligus kita pemanasan dulu. Hehehe

Alhamdulillah, kali ini diberikan kesempatan lagi untuk berbagi, semoga bermanfaat. Sesuai dengan judulnya, aku akan me-review buku yang sudah sekitar dua mingguan selesai kubaca. Ya, sesuai dengan judul postingan ini, aku bakal me-review buku 'Melangkah Searah' by Aji Nur Afifah, atau beliau yang akrab disapa dengan Mbak Apik. 

Sebelumnya, aku mau kasih tahu dulu sama kalian kalau ini adalah kali pertama aku me-review buku di blog pribadiku. Aku sudah bertekad untuk memanfaatkan blog-ku ini dengan menebar kebaikan yang tingkatannya lebih tinggi lagi dari sekadar curhatan saja. Hehehe, iya. Blog ini kalau dikalkulasikan semua isinya serba curhatan alay dan sisanya adalah postingan kala aku masih demen-demennya sama artis korea baik itu dari segi drama sampai pada musiknya sekalipun. Dulu emang fanatik banget, sih. Tapi alhamdulillah, sekarang sudah biasa saja. Paling ya kadang-kadang suka ngintipin dikit kalau ada drama korea yang bagus, rekomendasi dari temen buat di tonton, hahaha. 

O ya, jadi sebenarnya aku cuma mau bilang sama kalian, kalau misalnya nanti kurang sreg sama cara review-ku, boleh dikritik. Kasih aku saran yah, please. Ini baru pertama kalinya, soale. Okedeh, sepertinya basa-basinya udah cukup, nih. 

Skuy, langsung ke review-nya ya.

photo by ViiJourney


Judul Buku: Melangkah Searah

Penulis: Aji Nur Afifah

Penerbit: Qultum Media


Kalau bahas soal rumah tangga, aku mau tanya satu hal sama kalian. Apa kalian sudah benar-benar siap mental dan fisik untuk hidup berumahtangga? 

Sejak memutuskan untuk lebih banyak belajar tentang kehidupan pra dan pasca menikah, aku semakin yakin dengan diriku sendiri bahwa selama ini aku hanya sekadar ingin menikah saja. Seperti, hanya dikarenakan beberapa hal sepele; aku yang sudah cukup umur untuk menikah, teman yang sudah banyak menikah, dan beragam godaan sana-sini melalui sosial media yang juga tak terbendung. Selama ini juga hanya sekadar tahu, bahwa menikah itu seharusnya diniatkan karena ibadah kepada Allah. 

Tapi, pernah. Aku benar-benar meminta untuk disegerakan menikah karena ingin menghindari maksiat yang mungkin selama ini tanpa sadari sering aku lakukan. Bagian ini, aku masih kurang paham apakah niatnya sudah benar atau belum. Yang pasti, niatku untuk menikah memang perlu diperbaiki lagi, sih. Bagaimana denganmu? 

"Dalam menikah, kosakata yang dikenal tidak hanya manis dan romantis, tapi juga adaptasi, kompromi, dan penerimaan" - Aji Nur Afifah.


Kehidupan pernikahan yang selama ini tampak di sosial media dengan keharmonisan, keromantisan, nyatanya tak luput dari perjuangan berat untuk tetap mengokohkan rumahtangga mereka, berbekal dari sebuah tindakan sederhana seperti 'memberi dan menerima'. Buku ini mengulas kehidupan rumah tangga muda penulis mulai dari pertemuan, hingga hidup berumahtangga bersama suami. Pemaparan dengan menggunakan bahasa yang santai, membuat aku sebagai pembaca seperti tengah diceritakan secara  langsung oleh penulisnya. Padahal, aslinya kan aku sedang membaca. 

Beliau memberikan bocoran terkait dengan keseharian yang dilakukannya pasca menikah, seperti; saling memberi dan menerima, beradaptasi mulai dengan orang baru dalam hal ini suami, juga adaptasi dengan keluarga. Pada hakikatnya, menikah adalah menyatukan dua karakter antara suami dan juga istri. Hidup setelah berubahnya status pasca menikah, nyatanya tidak mudah. Kita para pembaca dibekali dengan keyakinan penuh bahwa pasangan kita nantinya adalah manusia yang sama dengan diri kita sendiri. Ya, manusia dengan segudang kekurangan, yang selama ini selalu tertutupi dengan kelebihan yang tampak menonjol.

Maka, sebelum benar-benar memutuskan untuk menikah, patutnya kita sudah menanamkan prinsip bahwa pasangan itu harus diterima segala kelebihannya, sepaket dengan segudang kekurangannya yang mulai nampak saat hidup berumah tangga. Ah, perasaanku jadi nggak karuan saat baca bagian itu. Kadang, bertanya pada diriku apa aku sanggup menjalaninya nanti? Apalagi untuk ukuran manusia yang sangat mengedepankan mood sepertiku. 

Banyak hal yang kudapatkan melalui buku ini, aku suka dengan gaya penjelasannya yang tidak tekesan menggurui, justru seperti memberikan kita clue atau kunci agar kesalahan yang beliau lakukan tidak terulang pada kita para pembaca. Selain pembahasan mengenai kehidupan pasca menikah atau boleh disebut sebagai pengantin baru, beliau juga berbagi proses hingga resmi menyandang status sebagai seorang Ibu. 

Bagaimana menjadi seorang istri sekaligus ibu yang tetap produktif selagi di rumah, lengkap dengan pengalaman beliau saat tengah dirundung kesepian sampai akhirnya mampu bersosialisasi kembali dengan lingkungan yang baik. Aku juga suka dengan pemaparan pada bagian pemecahan masalah dalam keluarga, yang membuatku manggut-manggut. Benar juga, yang namanya masalah ya tidak boleh dibiarkan berlarut-larut, apalagi masalah yang timbul dalam rumah tangga. Bagaimana bisa nyaman, kalau dengan partnet tidur saja ada sekat yang membatasi kita seperti masalah. 

Dengan mudahnya beliau berbagi, sehingga memberikan pengetahuan baru bagi kita pembaca. Setidaknya, kita pembaca bisa mengumpulkan terlebih dahulu strategi penyelesaiannya. Nanti bisa dipraktikan ketika sudah berumahtangga. Aamiin Allahumma Aamin. 

Sebelum hidup berumah tangga, sudah sepatutnya kita menyiapkan bekal untuk menjalani kehidupan pasca menikah. Semua tentu ada pedomannya, ada petunjuk yang akan membantu kita untuk bisa menjalaninya dengan penuh kesabaran. Tentu berbeda untuk ukuran orang yang sudah tahu dan yang belum tahu sama sekali. Ya, sudah tentu berbeda. Maka dari itu, perlahan-lahan, bolehlah sembari menunggu sosok yang tak tahu darimana datangnya, kita terus belajar untuk memenuhi stok bekal kita, dan sebagai bentuk untuk memantaskan diri. 

Senada dengan judul bukunya, Melangkah Searah seperti alarm bagi kita bahwa hidup bersama pasangan yaitu berjalan bersama, menemaninya dan menerimanya dalam keadaan apapun, baik suka dan duka. Saat membacanya, aku berkali-kali merespon refleks;

"Oalah, gitu."
"Oh, yayaya, ternyata memang sudah seperti itu, yah."

Buku ini sangat cocok dibaca oleh mereka yang belum menikah, bahkan sudah menikah. Melalui buku ini, kita akan banyak belajar untuk menerima, belajar untuk melapangkan dada, mengubah mindset berpikir kita soal kehidupan pasca menikah, dan yang paling penting belajar untuk menurunkan ekspektasi kita terhadap pasangan sendiri, nantinya. Tidak ada kata terlambat bagi kita untuk belajar, asal kita ada kemauan untuk belajar ya, kenapa tidak kan? Bagiku yang paling penting kita perlu untuk selalu merasa bodoh, agar keinginan belajar kita jadi semakin tinggi. Saat sudah tahu, ya berarti tugas kita tidak sampai disitu saja. Apalagi kalau bukan mempraktikannya, lebih bagus lagi kalau bisa sampai pada tahap berbagi. MasyaAllah :)

Sekian yang bisa aku paparkan terkait dengan isi buku yang sudah kubaca, semoga ulasan singkat ini bermanfaat bagi kalian ya, terimakasih sudah mampir di blog ini. Jangan sungkan untuk mengkritik, bila itu perlu. Sampai ketemu di postingan-postingan selanjutnya :)                          
















Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Salam kenal dari ViiJourney buat semua Sobey yang sempat baca tulisan dalam blog ini. Sini, tinggalkan komentar di bawah. Kita saling sapa :)